Sabtu, 22 Oktober 2011

SEL DARAH PUTIH ( LEKOSIT ) DAN TROMBOSIT


SEL DARAH PUTIH ( LEKOSIT ) DAN TROMBOSIT

Sel darah putih adalah sel lain yang terdapat di dalam darah. Fungsi umum sel darah putih ini sangat berbeda dengan SDM. Sel darah putih atau lekosit ( leukocyte ) ini umumnya berperan dalam mempertahankan tubuh terhadap penyusupan benda asing yang selalu dipandang mempunyai kemungkinan untuk mendatangkan bahaya bagi kelangsungan hidup individu. Sekalipun demikian, bila dilihat kembali ke makhluk hidup yang lebih sederhana, lekosit ini hanya merupakan spesialisasi dari fungsi pertahanan tubuh, seperti yang dijalankan oleh sel-sel pengembara (wandering cells). Seperti yang telah disebutkan, sel pengembara ini berfungsi membawa makanan dari tempat penyerapan ke seluruh tubuh, membawa bahan buangan dalam arah sebaliknya dan mempertahankan tubuh dari benda dan sel asing. Bahwa lekosit ini merupakan sel darah yang mengkhususkan diri, tercermin dari asal-usulnya, yang sama dengan SDM, yaitu sel-sel “akar” (stem cells) yang terus menerus membelah di dalam sumsum tulang.

Jumlah lekosit di dalam darah tidaklah sebanyak SDM. Lekosit berada dalam juara antara 0,1 – 0,2 % dari jumlah SDM. Untuk menjelaskan kenyataan tersebut, perlu diingat bahwa tubuh memerlukan oksigen tiap saat dan dalam jumlah yang besar. Untuk itu diperlukan pembawa khusus yang tidak melakukan fungsi lain. Ini dipenuhi oleh SDM yang berada dalam jumlah yang besar. Selain itu untuk menjamin fungsi tunggal ini, SDM dilucuti dari kemampuan sintesis sejumlah besar senyawa,  kecuali ATP dan senyawa-senyawa khusus lain yang mendukung fungsinya. Sel darah merah tidak dapat lagi melakukan mitosis. Boleh dikatakan, SDM merupakan sel yang telah berdiferensiasi sempurna dan sekaligus merupakan sel akhir (end cell).
Sebaliknya lekosit tidaklah diperlukan tiap saat di seluruh tubuh. Sel ini hanya diperlukan di tempat-tempat terjadinya konflik dengan benda asing. Untuk menghadang benda atau sel asing di suatu tempat tertentu, lekosit dapat dikerahkan dari tempat lain dalam aliran darah ke sana. Apabila benda asing tersebut cukup banyak atau penanganannya memerlukan suatu jangka waktu tertentu, sebagian dari lekosit dapat memperbanyak diri dengan mitosis di luar jaringan sumsum tulang. Lekosit yang serupa ini bukanlah sel akhir. Jelaslah, mengapa lekosit dibuat dalam perbandingan yang jauh lebih kecil daripada SDM, walaupun keduanya mengekspresikan 2 fungsi  yang berbeda dari sel pengembara pada makhluk metazoa yang lebih sederhana.

Jumlah normal lekosit mempunyai rentangan yang cukup luas, yaitu antara 5.103–104 /mL. Keragaman jumlah yang sampai 100 % dapat dimaklumi, bila diingat bahwa selalu ada saja kontak dengan benda asing di seberang bagian tubuh. Karena itu, jumlah lekosit tersebut berubah-ubah dari saat ke saat, sesuai dengan jumlah benda asing yang biasa dihadapi dari saat ke saat, dalam batas-batas yang masih dapat ditenggang tubuh tanpa menimbulkan gangguan fungsi. Bila jumlah keseluruhan lekosit diatas 104 /mL, hal ini sudah merupakan petunjuk bahwa terjadi konflik dengan benda asing dalam jumlah yang lebih besar dari biasa atau yang lebih degil (resisten) dari yang biasa. Dengan perkataan lain, lebih ganas secara kualitatif (sifat) ataupun kuantitatif (jumlah). Ini berarti bahwa individu yang bersangkutan sudah berada dalam keadaan radang, yang dapat disebabkan oleh berbagai hal dan yang paling sering oleh infeksi.

JENIS LEKOSIT
Lekosit bukanlah sel yang semacam saja. Sel darah putih ini pada mulanya dibedakan berdasarkan gambaran mikroskopis masing-masing. Ada 5 macam lekosit, yang menurut bentuk ini masing-masing terbagi menjadi 2 kelompok utama. Kedua macam bentuk inti tersebut ialah bentuk yang pecah-pecah atau bersegmen dan bentuk bulat. Bentuk yang bermacam-macam ini menjalankan fungsi yang berbeda-beda pula, yang semuanya berhubungan dengan fungsi pertahanan. Selain itu, tiap jenis lekosit ini dalam keadaan sehat ternyata berada dalam jumlah yang berbeda-beda pula. Perubahan persentase tiap-tiap lekosit dapat menunjukkan, apakah radang yang dialami tersebut nisbi baru terjadi ataukah sudah lama. Perubahan pola distribusi lekosit ini dapat memberikan keterangan lebih jauh, walaupun tidak selalu. Misalnya, pola distribusi tertentu dengan pola lekosit tertentu meningkat jauh melebihi persentase biasa, mengisyaratkan adanya keadaan alergi.

 Persentase jenis-jenis lekosit biasanya dapat diperiksa secara sederhana dengan menggunakan mikroskop cahaya biasa. Setetes darah yang biasanya diambil dengan menusuk jari manis dengan suatu penusuk yang steril dan kering, ditempatkan di atas suatu kaca objek yang bersih dan kering. Dari tetesan darah tersebut, segera dibuat hapusan darah, yang setelah kering segera diwarnai dengan pewarna MMG. Lekosit sejumlah 100 dihitung dalam lapangan pandang berbeda. Tiap kali menghitung, lekosit tersebut segera dikelompokkan ke dalam salah satu dari jenis-jenis lekosit yang lazim ditemukan dalam darah. Perhitungan persentase jenis-jenis lekosit ini dinamai hitung jenis (differential count atau diff. count), suatu pmeriksaan yang sangat penting untuk mengetahui, apakah radang yang dialami nisbi baru terjadi ataukah sudah agak lama.

LEKOSIT DENGAN INTI TERPECAH (SEL PMN) ATAU GRANULOSIT

Sel-sel dengan inti terpecah-pecah  atau bersegmen disebut sebagai lekosit PMN. Karena sel-sel ini juga mempunyai butir-butir halus didalam sitoplasmanya, maka lekosit jenis ini dinamai sebagai granulosit. Sel-sel ini bukanlah sekelompok sel yang homogen. Granulosit ini masih dapat dipilah-pilah lagi dalam 3 kelompok, berdasarkan warna sitoplasma masing-masing sesudah diwarnai dengan pewarna MMG, yaitu netral, kemerahan dan kebiruan, disebut juga sebagai lekosit netrofil. Inilah lekosit terbanyak diantara ketiga jenis granulosit tersebut, bahkan lekosit netrofil ini adalah lekosit yang terbanyak didalam darah. Sel-sel lekosit netrofil ini didalam darah berada dalam konsentrasi 2.103 sampai 7.104  mL. Ini berarti lebih kurang separuh atau  lebih dari lekosit darah ternyata adalah sel-sel netrofil. Waktu paruh dari lekosit netrofil ini di dalam darah ialah 6 jam., sedangkan di dalam jaringan 1 sampai 2 hari. Dengan demikian lekosit netrofil ini termasuk sel yang cepat mengalami pergantian, seperti juga sel-sel epitel usus. Bandingkan, misalnya dengan umur SDM didalam darah, yaitu 120 hari atau 4 bulan. Dalam keadaan sehat, hanya sedikit sekali sel-sel netrofil ini ditemukan didalam jaringan. Hanya bila terjadi penyusupan benda atau sel asing dalam jaringan maka, sel-sel netrofil berada dalam jumlah besar di tempat konflik tersebut. Ini berarti, sel-sel ini dapat dikerahkan dengan isyarat (sinyal) tertentu, yang berupa senyawa-senyawa yang dikeluarkan oleh sel-sel jaringan di sekitar tempat konflik, serta sel-sel asing yang dihancurkan, sehingga sel netrofil di tempat lain bermigrasi ke tempat tersebut.

Sifat lain yang dapat disimpulkan ialah bahwa sel lekosit netrofil mempunyai kemampuan untuk menyelinap diantara sela-sel yang sangat sempit dan ketat dari sel sel endotel yang melapisi permukaan dalam pembuluh darah. Kedua kemampuan ini dimungkinkan oleh sifat lekosit netrofil yang mampu bergerak sendiri ( bukan dihanyutkan demikian saja secara pasif oleh aliran darah ) secara amuboid (seperti gerak amoba).
Lekosit netrofil mempunyai kemampuan untuk melakukan fagositosis, yaitu menelan dan memakan benda atau sel asing, dengan cara menjulurkan sitoplasmanya yang mampu melakukan gerak amuboid, mengelilingi benda asing tersebut, kedua ujung jalur sitoplasma bertaut dan benda asingpun terkurung dalam suatu ruang didalam sel netrofil. Ruangan baru yang berisi benda asing tersebut, disebut fagosof, melebur dengan suatu struktur penghancur yang bernama lisosom didalam sel netrofil. Lisosom ini mengandung berbagai enzim yang dapat menghancurkan bermacam-macam senyawa kimia. Karena itu, dapatlah dipahami bahwa fungsi lekosit netrofil ini sangat penting dalam masa-masa awal dari suatu proses radang. Gangguan apapun terhadap lekosit netrofil. Baik yang bersifat bawaan atau genetik maupun karena pengaruh lingkungan akan menyebabkan individu yang bersangkutan amat mudah mengalami infeksi. Defisiensi enzim-enzim lekosit tertentu, baik yang terdapat didalam lisosom maupun yang diluarnya, yang berperan dalam penghancuran benda asing, menyebabkan individu tersebut menjadi sangat mudah mengalami infeksi piogenik ( infeksi yang disertai dengan pembentukan nanah seperti bisul ).

Defisiensi enzim, seperti diketahui, merupakan kelainan bawaan yang berakar pada gen. Pemberian obat-obat yang mempunyai dampak samping mengurangi produksi lekosit, akan meyebabkan orang tersebut akan sangat mudah mengalami radang tenggorokan dan infeksi kuman yang lain. Obat-obatan yang mempunyai akibat samping seperti ini antara lain ialah obat tertentu penghilang rasa nyeri (analgetika). Obat-obatan golongan kortikosteroid serta obat-obat penghambat mitosis yang digunakan untuk mengobati kanker.
Lekosit PMN atau granulosit yang bernuansa kemerahan pada pewarnaan MGG dinamai sebagai sel lekosit eosinofil. Walaupun granulosit kedua terbanyak sesudah lekosit netrofil. Konsentrasinya dalam darah jauh lebih rendah. Hanya 3 sampai 5 % dari seluruh lekosit beredar berupa lekosit eosinofil. Atau kira-kira 150 sampai 500 sel /mL darah. Keberadaannya didalam darah adalah dalam rangka perjalanannya untuk menuju berbagai jaringan, terutama di permukaan epitel. Di tempat ia menetap ini, eusinofil dapat berdiam selama beberapa minggu.
Dengan demikian, sel eusinofil mempunyai umur yang lebih panjang daripada sel-sel lekosit netrofil. Nuansa kemerahan dari sel ini disebabkan adanya senyawa khusus di dalam sitoplasma, teruatam didalam granula. Senyawa ini terutama adalah protein kation (bersifat basa) yang mempunyai afinitas untuk berikatan dengan zat warna golongan anilin asam, seperti eosin, yang terdapat didalam pewarna MGG. Sel-sel eusinofil ini juga mempunyai kemampuan bermigrasi, seperti yang terbukti dengan lebih banyaknya sel ini di jaringan daripada di dalam darah. Lekosit eusinofil ini juga mampu melakukan fagositosis. Berbeda dengan sel-sel netrofil, sel eusinofil mampu membunuh parasit termasuk parasit besar seperti cacing. Parasit tersebut dibunuh oleh sel-sel eusinofil dengan cara mengeluarkan isi granula yang kaya akan protein basa atau protein kation, setelah lebih dulu lekosit eusinofil tersebut melekat ke sel-sel permukaan tubuh cacing dengan bantuan antibodi IgE anti cacing. Kebanyakan cacing tidak berada didalam darah tapi terutama di epitel jaringan, dapat dipahami mengapa sel-sel eusinofil ini lebih bayak berada didalam jaringan, terutama epitel. Bahwa sel-sel eusinofil ini merupakan alat pertahanan terhadar infeksi cacing, karena itu, meningkatnya konsentrasi sel-sel lekosit eusinofil didalam darah merupakan petunjuk yang mengarah kepada kemungkinan adanya parasit didalam tubuh. Keadaan lain yang juga ditandai dengan hipereosinofilia ini ialah keadaan alergi. Keterangannya belum jelas, mungkin berhubungan dengan meningkatnya  konsentrasi antibodi kelas IgE didalam darah, baik pada alergi maupun pada infestasi cacing.

            Sel lekosit PMN jenis ketiga ialah yang ada pemulasan MGG tampak berwarna biru. Oleh karena itu, granulosit jenis ketiga ini dinamai juga sebagai lekosit basofil. Warna kebiruan ini disebabkan oleh banyaknya granula yang berisi histamin, suatu senyawa aminabiogenik yang merupakan metabolit dari asam amino histidin. Sebgaimana senyawa amina lainnya, histamin juga bersifat basa, yang menyebabkan warna biru pada pewaraan MGG dan menjadi asal usul basofil tersebut. Ciri lain dari sel leukosit basofil ialah adanya kemampuan yang sangat kuat untuk mengikat IgE, berkat adanya molekul protein reseptor (pengikat) IgE di permukaan membran.

 Afinitas reseptor terhadap IgE pada sel basofil jauh lebih besar daripada afinitas reseptor yang sama di sel eosinofil terhadap IgE. Konsentrasi sel lekosit basofil didalam darah sangat rendah, bahkan kerap kali sukar hitung dengan cara pemeriksaan mikroskopis biasa. Sel-sel basofil ini sangat berperan dalam keadaan alergi. Pada seorang yang menderita alergi bila terjadi konfilk antara alergen (antigen pencetus alergi) dalam antibodi yang sesuai dari kelas IgE yang biasanya terikat dengan reseptor spesifik di membran sel basofil maka terjadilah degranulasi (penglepasan isi granula) sehingga histamin pun keluar dari sel dan masuk kedalam aliran darah. Histamin yang bebas tersebut yang menyebabkan terjadinya gejala-gejala alergi (antara lain gatal, kulit dan mukosa membengkak akibat meningkatnya permeabilitas pembuluh darah termasuk mukosa hidung sehingga jalan nafas atas menyempit dan pilek, pembengkakan saluran nafas bawah seperti bronkus kecil yang disertai konstriksi atau penyempitan rongga bronkus kecil karena kerutan otot polos sehingga terjadi asma, kerutan otot polos usus sehingga cairan saluran cerna bertambah dan disertai rasa mulas. Gejala-gejala ini dapat terjadi setempat saja, dapat pula tejadi di seluruh tubuh. Bila yang terakhir ini terjadi dalam waktu yang singkat (beberapa detik atau menit sesudah konflik antigen-antibodi). Keadaan ini disebut renjatan anafilagtik (anaphylactic shock), keadaan yang sangat berbahaya karena turunnya jumlah cairan didalam pembuluh darah aliran darah ke berbagai organ penting, termasuk otak, mnjadi sangat berkurang.
 Perlu pula diketahui, bahwa didalam jaringan terdapat sel lain yang dulu dinamai sebagai sel basofil jaringan dan kini lebih dikenal sebagai mastosit (mastocyte) atau sel emast (mastcell) yang mempunyai ukuran dan sifat yang sama dengan sel-sel basofil darah, namun asal usulnya berlainan.

LEKOSIT DENGAN INTI BULAT ( LEKOSIT MONONUKLEUS )
         Lekosit jenis ini mempunyai fungsi yang utuh, tidak terpecah pecah menjadi beberapa segmen. Sebenarnya inti sel lekosit ini tidaklah selalu bulat sempurna yang pasti ialah selalu utuh dan tidak terbagi-bagi. Sitoplasma sel-sel lekosit mononukleus ini tidak mempunyai butiran-butiran kecil atau granula. Lekosit mononukleus inipun bukan sel-sel yang homogen. Sel-sel lekosit mononukleus ini, berdasarkan berdasarkan perbandingan sitoplasma dengan inti, dapat dibagi menjadi 2 kelompok. Pertama ialah lekosit mononukleus yang perbandingan sitoplasma yang intinya kecil, sedangkan kelompok kedua perbandingan sel-sel sitoplasma dengan inti besar.

      Lekosit mononukleus dengan sitoplasma : inti kecil dinamakan sebagai limfosit. Dilihat dengan mikroskop tampak inti sel yang mengisi sebagian besar dari sel. Sitoplasma di limfosit bernuansa biru dan jumlahnya sedikit, mengelilingi inti. Kadang-kadang sitoplasma limfosit tersebut tampak sebagai mahkota yang mengelilingi inti saja. Sel limfosit mempunyai ukuran yang kecil, kira-kira hampir sama dengan SDM. Limfosit adalah lekosit kedua terbanyak dalam darah sesudah lekosit netrofil.  Antara 25 % dan 35 % dari jumlah seluruh darah adalah limfosit. Jumlah ini akan bertambah pada tahap kronis dari suatu peradangan karena infeksi.

         Berbeda dengan sel-sel granulosit, limfosit tidak dapat melakukan fagositosis. Akan tetapi, ini tidak berarti bahwa limfosit ini kurang penting atau tidak mempunyai fungsi yang jelas dalam pertahanan tubuh. Bahkan sebaliknya, sel-sel limfosit ini mempunyai fungsi yang sangat penting dalam mekanisme pertahanan atau komunitas spesifik terhadap benda asing. Limfosit adalah sel yang menghasilkan antibodi terhadap berbagai benda atau senyawa asing. Senyawa ini sangat penting untuk menghancurkan dan menyingkirkan benda asing dari dalam tubuh. Sel lekosit ini berada sementara didalam darah dan akan bermigrasi ke berbagai kelenjar getah bening atau kelenjar limfe dan berdiam disana. Bila limfosit bertemu dengan benda asing, ia akan berkembang dan mitosis menjadi sel plasma (plasmosit) yang berfungsi sebagai sel antibodi. Limfosit sendiri juga masih dapat dipilah-pilah lagi menjadi 2 atau 3 jenis lagi, yaitu limfosit B, limfosit T dan sel-sel pembunuh alamiah (natural killer, NK).
         Perbedaan antara limfosit B dengan T ini disebabkan oleh berbedanya tempat sel-sel ini dimatangkan setelah melalui tahap perkembangan tertentu di sumsum tulang. Sel limfosit B mengalami pematangan lebih lanjut tanpa meninggalkan sumsum tulang, baru kemudian masuk ke darah. ( B adalah singkatan dari bonemaro atau sumsum tulang, tempat ia dimatangkan sebelum masuk ke darah ). Sel limfosit T mengalami pematangan lebih lanjut di kelenjar timus sebelum masuk ke pembuluh darah. ( T adalah singkatan untuk kelenjar timus ). Ketiga jenis limfosit ini praktis tidak dapat dibedakan dengan pewarnaan MGG saja (walaupun barangkali sel-sel NK masih dapat dikenali ). Untuk membedakannya, diperlukan cara-cara tertentu dan teknik pewarnaan khusus (pewarnaan imunokimia). Bahkan, sel-sel limfosit T juga masih dapat dipilah-pilah lagi dengan teknik imunokimia ini, menjadi sel T penolong, limfosit T supresor dan limfosit T pembunuh ( perbedaan dengan sel NK ).

      Sel-sel mononukleus yang mempunyai sitoplasma : inti besar, atau dengan perkataan lain mempunyai sitoplasma yang banyak dinamakan sebagai sel-sel monosit. Inti sel monosit biasanya tampak seperti kacang merah atau ginjal karena mempunyai bagian yang melekuk. Konsentrasi sel ini didalam darah antara 5 sampai 10 %. Sel monosit ini hanya berada didalam darah selama 24 jam saja untuk bermigrasi ke berbagai jaringan, menetap disana dan berubah menjadi sel dengan sitoplasma yang lebih besar dari pada monosit dan kerap kali berlekuk-lekuk. Monosit yang sudah berdiam di jaringan ini dinamai sebagai makrofag jaringan ( tissuemacrophages ) atau makrofag penghuni ( resident macrophages ). Bentuk dan nama makrofag penghuni ini bermacam-macam. Didalam jaringan hati, makrofag ini dinamakan sebagai sel kupffer, di jaringan susunan syaraf pusat dinamakan sebagai sel mikroglia ( karena sitoplasma sel ini mempunyai tonjolan yang banyak sekali sehingga tampak berlekuk-lekuk ). Di paru, makrofag dienal sebagai sel alfeolus. Di ginjal, makrofag dijumpai sebagai sel masangium dan didalam tulang makrofag dinamakan sebagai sel osteoklas. Makrofag juga ditemukan sebagai sel dendritik di kulit dan dinamai sebagai sel langerhans.
      Selain mampu melakukan gerak amuboid, makrofag juga mempunyai kemampuan fagositosis dan menghancurkan benda asing yang sangat kuat, melebihi kemampuan sel-sel lekosit netrofil. Sitoplasma makrofag juga kaya akan lisosom yang mengandung berbagai enzim penghidrolisis. Selain itu seperti juga lekosit netrofil, sel ini mampu meningkatkan metabolisme aerobnya bila sedang membunuh sel asing.




Tabel Makrofag di berbagai jaringan
Jaringan
Sel makrofag penghuni
Jaringan ikat
Histiosit
Hati
Sel kupffer
Limpa dan kelenjar getah bening
Makrofag bebas dan sel dendritik
Paru-paru
Akrofag alveolus
Ginjal
Sel mesangium
 Rongga serosa
Makrofag peritoneum dan pleura
Susunan saraf
Mikroglia
Tulang
Osteoklas
Kulit
Sel dendritik (Sel Langerhans)

      Hasil metabolisme aerob tersebut, berupa H2O2 dan turunannya, seperti hipoklorit (CIO) dan radikal hidroksil (OH), digunakan untuk oksidasi dan merusak benda atau sel asing yang telah “ditelan” oleh makrofag tersebut. Dengan demikian, makrofag mempunyai peranan dalam mempertahankan tubuh terhadap benda asing, terutama pada tahap yang agak lanjut, bila sel-sel lekosit netrofil mulai memerlukan bantuan. Pada tahap yang lebih lanjut, tugas ini terutama dijalankan oleh makrofag dan sel ini bekerja secara khas dengan bantuan antibodi menghancurkan benda asing. Lebih penting lagi, makrofag ternyata mempunyai peran pusat dalam tanggapan imun spesifik, karena sel inilah yang mengolah dan “menyajikan” benda asing sebagai antigen ke sel-sel yang membuat antibodi, yaitu limfosit B yang bekerja atas bantuan limfosit T. Oleh karena itu, makrofag, terutama dalam bentuk sel-sel dendritik di kelenjar getah bening limpa dan kulit, dinamai juga sebagai sel penyaji antigen (antigen presenting cells = APC).

      Selain itu, makrofag juga membuat dan mengeluarkan senyawa yang mampu mengaktifkan sel-sel limfosit didekatnya, dinamai dengan interleukin 1, salah satu anggota dari kelompok protein pengaktif sel yang bernama sitokin. Selain itu, di dalam tulang, sebagai osteoklas sel-sel makrofag memfagositosis matriks tulang yang selanjutnya dibentuk lagi oleh sel lain yang bernama sel osteoblas. Ini berarti, sel-sel makrofag tulang (osteoklas) mempunyai peran penting dalam memberi bentuk (remodelling) pada tulang.



TROMBOSIT

      Trombosit di sebut juga platelet atau keping darah. Sebenarnya trombosit tidak dapat di pandang sebagai sel utuh karena ia berasal dari sel raksasa yang berada di sumsum tulang  yang dinamakan megakariosit. Dalam pematangannya, megakaryosit ini pecah menjadi 3000 sampai 4000 serpihan sel, yang dinamai sebagai trombosit atau kepingan sel (platelet) tersebut.
    Trombosit mempunyai bentuk bicembung dengan garis tengah 0,75-2,25 mm. Dengan sendirinya trombosit ini tidak mempunyai inti. Akan tetapi kepingan sel ini masih dapat melakukan sintesis protein, walaupun sangat terbatas, karena didalam sitoplasma masih terdapat sejumlah RNA. Selain itu, trombosit masih mempunyai mitokondria, butir glikogen yang mungkin berfungsi sebagai cadangan energi dan 2 jenis granula, yaitu granula-a dan granula yang lebih padat. Granula-a berisi enzim-enzim hidrolase asam yang mengingatkan kita kepada lisosom. Granula yang lebih padat antara lain berisi faktor penggumpalan tertentu (faktor V), faktor pertumbuhan dan beberapa jenis glikoprotein, antara lain fibronektin.    

Umur trombosit, setelah terpecah dari sel asalnya dan masuk darah, ialah antara 8 sampai 4 hari. Konsentrasi trombosit didalam darah ialah antara 105 sampai 5. 106 /mL darah. Perubahan dalam jumlah trombosit umumnya ialah penurunan, oleh karena sering terjadi pada beberapa penyakit dan keadan patologi tertentu. Penurunan jumlah trombosit ini dihubungkan dengan fungsinya.
      Fungsi trombosit juga berhubungan dengan pertahanan, akan tetapi terutama bukan terhadap benda atau sel asing. Trombosit berfungsi penting dalam usaha tubuh untuk mempertahankan keutuhan jaringan bila terjadi luka. Trombosit ikut serta dalam usaha menutup luka, sehingga tubuh tidak mengalami  kehilangan darah dan terlindung dari penyusupan benda atau sel asing. Untuk itu,  trombosit bergerombol (agregasi) di tempat terjadinya luka, ikut membantu menyumbat luka tersebut secara fisik. Selain itu, sebagian trombosit akan pecah dan mengeluarkan isinya, yang berfungsi untuk memanggil trombosit dan sel-sel lekosit dari tempat lain. Sebagian dari isi trombosit yang pecah tersebut juga aktif dalam mengkatalisis proses penggumpalan darah, sehingga luka tersebut selanjutnya di sumbat oleh gumpalan yang terbentuk itu.
Penyakit infeksi tertentu, terutama demam berdarah Dengue, yang disebabkan oleh virus dengue, adalah penyakit yang ditakuti karena menurunkan konsentrasi trombosit darah sampai ke tingkat yang rendah. Akibatnya, penderita akan sangat rentan akan perdarahan yang sukar dihentikan. Rudapaksa kecil, misalnya pada saluran napas atas, dapat menyebabkan keluarnya darah dari hidung (epistaksis). Selain itu, karena adanya trombositopenia (sedikitnya jumlah trombosit), penderita mungkin mengalami perdarahan saluran cerna seperti muntah yang mengandung darah, yang sering kali sedikit saja sehingga luput dari perhatian. Perdarahan kecil di  bawah kulit juga kerap kali terjadi. Gejala ini barangkali yang paling sering di jumpai dan di cari untuk mengetahui kemungkinan adanya demam berdarah. Kerap kali penderita terpaksa harus mengalami tranfusi suspensi trombosit dari donor.

Fungsi trombosit untuk melakukan agregasi dapat terganggu oleh pemberian obat-obatan. Obat yang paling terkenal yang dapat menghalangi penggerombolan trombosit ini ialah aspirin, suatu obat penurun panas (antipiretika) dan penghilangkan nyeri (analgetika) yang mengandung senyawa asetil salisilat. Oleh karena itu obat yang mengandung asetil salisilat tidak boleh di berikan untuk menurunkan demam yang di sertai rasa pegal, yang dicurigai disebabkan oleh demam berdarah dengue.
   Sebaliknya, dalam penyakit tertentu, ada kecenderungan agregasi trombosit di dalam pembuluh darah, meskipun tidak ada luka yang jelas. Keadaan ini terjadi, misalnya pada keadaan aterosklerosis. Akibatnya tentu saja penderita akan berpeluang untuk mengalami penggumpalan darah di sembarang tempat di sistem pembuluh darah terutama pembuluh darah yang kecil dan kapiler. Keadaan ini dapat mengancam kehidupan, terutama bila terjadi di dalam organ yang sangat penting yaitu otak dan jantung. Berlawanan dengan demam berdarah, pada penderita aterosklerosis ini malahan sengaja diberikan obat yang mengandung asetil salisilat seperti aspirin dalam dosis yang kecil dan jangka waktu lama. Gunanya ialah untuk mencegah penggerombolan trombosit di dalam pembuluh darah.
      Keadaan lain yang dapat menyebabkan trombositopenia ialah kelainan yang disebabkan oleh mekanisme otoimun. Dalam keadaan ini, tubuh membuat antibodi terhadap trombosit yang dibuatnya sendiri. Trombositopenia dapat pula disebabkan oleh berkurangnya  produksi sel-sel megakaryosit oleh sumsum tulang. Kedua keadaan ini dapat dibandingkan dengan anemia, yang mungkin disebabkan oleh mekanisme otoimun (anemia hemolitik otoimun) atau berkurangnya produksi sel-sel bakal SDM oleh sumsum tulang (anemia aplastik).     
   



TUGAS TENTANG
SEL DARAH PUTIH ( LEKOSIT ) DAN TROMBOSIT



D
I
S
U
S
U
N


OLEH:


Nama Kelompok :
                                                                                                            1.      Fransiskus Selis ( 06. 01. 0356 )
                                                                                                            2.      Hendriani ( 06. 01. 0360 )
                                                                                                            3.      Irmayanti ( 06. 01. 0363 )
                                                                                                            4.      I Kt. Suastana ( 06. 01. 0365 )
                                                                                                            5.      Indah Maulida ( 06. 01. 0366 )
                                                                                                            6.       I Nyoman Triarta Tanaya ( 06. 01. 0367 )




STIKES MATARAM
2007


1 komentar: